SUMBER DAYA &
LINGKUNGAN
Perbandingan UU RI 23 tahun 1997 dan UU RI 32 tahun 2009
Nama : Khairunnisa Ramadhani
No. STB : F 23115002
Program Studi S1 Perencanaan Wilayah & Kota
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS TADULAKO
KOTA PALU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Perbedaan antara UU No. 23 tahun 1997
dengan UU No. 32 tahun 2009” ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sumber Daya & Lingkungan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini sehingga dapat selesai pada waktunya.
Makalah ini telah disusun semaksimal mungkin, apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan, penulis mohon maaf. Demikian dari penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, kritik dan saran kami harapkan agar dapat meningkatkan
kualitas pembuatan makalah berikutnya, terima kasih.
Palu, 11 Oktober 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lingkungan hidup Indonesia yang dikaruniakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia, merupakan rahmat dari
pada-Nya dan wajib dikembangkan dan dilestarikan kemampuannya agar dapat
menjadi sumber dan penunjang hidup bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia serta
makhluk lainnya, demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri
Masalah
lingkungan hidup dewasa ini timbul karena kecerobohan manusia dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Masalah hukum lingkungan dalam periode beberapa dekade
akhir-akhir ini menduduki tempat perhatian dan sumber pengkajian yang tidak ada
habis-habisnya, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional, karena
dapat dikatakan Ia sebagai kekuatan yang mendesak untuk mengatur kehidupan umat
manusia dalam kaitannya dengan kebutuhan sumber daya alam, dengan tetap menjaga
kelanjutan dan kelestarian itu sendiri.
Kerusakan
lingkungan hidup di Indonesia semakin parah. Hal ini merupakan dampak dari pola
pengelolaan lingkungan yang salah dan eksploitasi alam yang tak bertanggung
jawab membuat kondisi semakin memprihatinkan. Hampir setiap hari berbagai
cerita duka akibat rusaknya lingkungan hidup mewarnai media masa, seperti
bencana banjir, tanah longsor, kabut asap, tragedi lumpur Lapindo, dan
lain-lain. Seiring dengan itu, muncul pula berita terungkapnya pembalakan liar,
pembakaran hutan, dan pembangunan gedung-gedung atau proyek lain yang tidak
mengindahkan tata letak dan prosedur perizinan dan masih banyak lagi perilaku
yang tak terpuji yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Namun
ironisnya, permasalahan penanganan dan penegakan hukum atas perusakan
lingkungan hidup justru sangat lemah. Hukum Lingkungan Hidup nyaris tumpul dan
tak berdaya menghadapi berbagai perkara kejahatan lingkungan. Selama ini,
kekecewaan atas putusan pengadilan tampaknya cenderung ditimpakan kepada para
penegak hukum saja, yang dinilai tidak profesional dan integritasnya diragukan.
Hal tersebut memang tidak bisa dimungkiri, namun sebenarnya ketentuan hukumnya
juga masih banyak kelemahaan dan harus segera direvisi.
Pada
kenyataannya, UUPLH, 1997 sudah tidak relevan lagi dalam melindungi lingkungan
hidup dari perilaku tidak terpuji para pelaku kejahatan lingkungan dan
sekaligus memberikan penghukuman yang setimpal bagi pelakunya. Selain itu agar
lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap
orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian
dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem, perlu dilakukan pembaruan
terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Dengan alasan ini pulalah lahir Undang-Undang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) No 32 Tahun 2009. Dalam Undang-Undang ini banyak aturan hukum
yang tidak diatur sebelumnya dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 1997. UUPPLH No
32 Tahun 2009 perlu analisis untuk mengetahui apakah Undang-Undang ini sudah
bisa mengatasi permasalahan yang ada dan menutupi permasalahan yang ada pada
UUPLH 1997.
1.2
Rumusan Masalah
Melalui
pembahasan singkat di Bab Pendahuluan mengenai permasalahan Lingkungan Hidup
khususnya mengenai pencemaran dan pengrusakan Lingkungn Hidup,maka penulis
mencoba membahas hal yang sekira nya menjadi permasalahan dan memerlukan
pembahasan dalam makalah kali ini,yaitu :
- Bagaimana penerapan UU No 32 Tahun 2009 terkait dengan penyelesaian sengketa lingkungan hidup ?
- Bagaimana perbedaan antara UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 tahun 2009?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Penerapan Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup di Indonesia
Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32
Tahun 2009 melengkapi dari undang-undang sebelumnya,sebagaimana yang tercantum
pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan
(pasal 84 ayat 1).Sejak tanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
lagi, yang kemudian digantikan dengan hadirnya Undang-Undang No. 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
UU
No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal
penanganan kasus sengketa lingkungan hidup. Ada tiga masalah mendasar yang
terlupakan dalam UU 23 tahun 1997 antara lain :
Persoalan subtansial yang berkaitan
dengan;
a. pendekatan
atur dan awasi AMDAL maupun perizinan;
b. lemahnya
regulasi audit lingkungan;
c. belum
dijadikannya Amdal sebagai persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi
pelanggaran Amdal;
d. penormaan
yang multi tafsir;
e. lemahnya
kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pegawai Pengawas Lingkungan
Hidup (PPLH)
f. delik
pidana yang belum mengatur hukuman minimum
g. multi
tafsir soal asas subsidiaritas dan belum adanya regulasi aturan yang spesifik
yang berhubungan dengan perubahan iklim dan pemanasan global.
Masalah
struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang belum
dijadikan maenstream dalam memandang lingkungan.
Problem
ketiga adalah problem kultural yaitu masih rendahnya kesadaran masyarakat
tentang lingkungan.
UU
No 32 tahun 2009 menyempurnakan sejumlah kelemahan mendasar dalam UU sebelumnya
dan secara komprehensif mengatur segala
hal yang berkaitan dengan problem lingkungan. Keistimewaan itu antara lain :
Dalam
aturan yang baru tersebut,
a.
terdapat pengaturan yang jelas antara
kewenangan pusat dan daerah dalam hal pengawasan LH.
b.
Penguatan instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi;
1.
Instrumen Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS)
2.
Tata ruang, baku mutu lingkungan hidup
3.
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
4.
AMDAL
5.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
upaya pemantauan lingkungan hidup
6.
Perizinan
7.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup,
peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
8.
Anggaran berbasis lingkungan hidup
9.
Analisis risiko lingkungan hidup,
10. Instrumen
lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendayagunaan
perizinan sebagai instrumen pengendalian. Perizinan lingkungan menjadi syarat
utama berdirinya suatu badan usaha, ketika suatu perusahaan tidak memenuhi
syarat lingkungan maka dinyatakan tidak bisa menjalankan usaha. Izin lingkungan
yang bermasalah bahkan bisa membatalkan pendirian usaha.
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yang
dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam undang-undang
tersebut meliputi:
- Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
- Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alam yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
- Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
Adanya
pendayagunaan pendekatan ekosistem (eco region) juga menjadi fokus utama UU No
32 tahun 2009. Memuat pula tentang kepastian dalam merespons dan mengantisipasi
perkembangan lingkungan global dan penguatan demokrasi lingkungan melalui akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak
masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Hal
paling mendasar adalah penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara
lebih jelas. Ditunjang pula dengan penguatan kelembagaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif dan penguatan
kewenangan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) lingkungan hidup.
Undang-Undang
ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh
kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Pemerintah memberi kewenangan
yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
- Bagaimana perbedaan antara UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 tahun 2009?
Jika
diperinci uraian perbedaan antara UU No. 23 tahun 1997 dengan UU No. 32 tahun
2009 maka adalah sebagai berikut :
Bahan Perbandingan
|
UU No. 23 tahun 1997
|
UU No. 32 tahun 2009
|
Kewenangan Pusat dan daerah
|
Tidak terlalu detail dijelaskan pembagian kewenangan
antara pusat dan daerah
|
Pembagian tugas dan kewenangan jelas dalam pasal 63-64
|
Upaya pengendalian lingkungan hidup
|
Belum diatur secara jelas dan terpisah
|
Diatur dalam BAB V tentang pengendalian
|
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
|
Diatur dengan peraturan pemerintah (pasal 14)
|
Meliputi KLHS, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, dll
|
Unsur-unsur Pengelolaan lingkungan hidup
|
Unsur pengelolaan lingkungan hidup tercantum dalam pasal 1
ayat 1-25
|
Penambahan unsur antara lain RPPLH, KLHS, UKL-UPL,
Perubahan iklim, dll
|
Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian
|
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal
|
dokumen amdal akan dinilai oleh komisi penilai yang
dibentuk oleh menteri, gubernur/walikota
|
Pendayagunaan pendekatan ekosistem
|
tidak ada penetapan wilayah ekoregion
|
Ada wilayah ekoregion
|
Denda pidana
|
Denda paling sedikit sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah)
|
Denda paling sedikit Rp 1000.000.000,00 (satu milyar
rupiah)
|
Pengawasan
|
Dibentuk suatu lembaga khusus oleh pemerintah
|
pejabat pengawas lingkungan hidup berkoordinasi dengan
penyidik PNS
|
Landasan Filosofis
|
Belum
|
landasan filosofi tentang konsep pembangunan berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi . Ini penting
dalam pembangunan ekonomi nasional
|
BAB
III
PENUTUP
· Kesimpulan
Setelah
membaca, menganalisis isi UUPPLH No. 32 Tahun 2009 dapat diketahui bahwa UUPPLH
tahun 2009 banyak mengalami perbaikan dari undang-undang sebelumnya, banyak hal
yang belum diatur dan lemahnya kewenangan pihak pejabat pengawas lingkungan
hidup dalam UUPLH No. 23 tahun 1997 akhirnya bisa disempurnakan oleh UUPPLH No.
32 Tahun 2009. Beberapa point penting dalam undang-undang ini adalah:
Beberapa
point penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 antara lain:
a.
Keutuhan unsur-unsur pengelolaan
lingkungan hidup;
b.
Kejelasan kewenangan antara pusat dan
daerah;
c.
Penguatan pada upaya pengendalian
lingkungan hidup;
d.
Penguatan instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian
lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan
hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran
berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain
yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e.
Pendayagunaan perizinan sebagai
instrumen pengendalian;
f.
Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
g.
Kepastian dalam merespons dan
mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
h.
Penguatan demokrasi lingkungan melalui
akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak
masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
i.
Penegakan hukum perdata, administrasi,
dan pidana secara lebih jelas;
j.
Penguatan kelembagaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
k.
Penguatan kewenangan pejabat pengawas
lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.
·
Saran
Semoga
dengan diberlakukannya undang-undang ini Masalah lingkungan hidup dewasa ini
timbul karena kecerobohan manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup dan juga
masalah hukum lingkungan dalam periode beberapa dekade akhir-akhir ini bisa
dihilangkan atau diminimasi sekecil mungkin, sehingga kehidupan manusia di muka
bumi ini, bisa berjalan dengan lancar. Karena dengan lingkungan yang sehat maka
akan lahir generasi-generasi yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA