Selasa, 13 Oktober 2015

Makalah perbandingan UU 23 tahun 1997 & UU 32 tahun 2009



SUMBER DAYA &
LINGKUNGAN
Perbandingan UU RI 23 tahun 1997 dan UU RI 32 tahun 2009


 








Nama                   :  Khairunnisa Ramadhani
No. STB                :  F 23115002
                                                                                                  

Program Studi S1 Perencanaan Wilayah & Kota
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS TADULAKO
KOTA PALU
2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perbedaan antara UU No. 23 tahun 1997 dengan UU No. 32 tahun 2009” ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Sumber Daya & Lingkungan.
            Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini sehingga dapat selesai pada waktunya.
            Makalah ini telah disusun semaksimal mungkin, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, penulis mohon maaf. Demikian dari penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, kritik dan saran kami harapkan agar dapat meningkatkan kualitas pembuatan makalah berikutnya, terima kasih.


Palu, 11  Oktober  2015

Penyusun







BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Lingkungan hidup Indonesia yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa dan Rakyat Indonesia, merupakan rahmat dari pada-Nya dan wajib dikembangkan dan dilestarikan kemampuannya agar dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia serta makhluk lainnya, demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri
Masalah lingkungan hidup dewasa ini timbul karena kecerobohan manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup. Masalah hukum lingkungan dalam periode beberapa dekade akhir-akhir ini menduduki tempat perhatian dan sumber pengkajian yang tidak ada habis-habisnya, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional, karena dapat dikatakan Ia sebagai kekuatan yang mendesak untuk mengatur kehidupan umat manusia dalam kaitannya dengan kebutuhan sumber daya alam, dengan tetap menjaga kelanjutan dan kelestarian itu sendiri.
Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin parah. Hal ini merupakan dampak dari pola pengelolaan lingkungan yang salah dan eksploitasi alam yang tak bertanggung jawab membuat kondisi semakin memprihatinkan. Hampir setiap hari berbagai cerita duka akibat rusaknya lingkungan hidup mewarnai media masa, seperti bencana banjir, tanah longsor, kabut asap, tragedi lumpur Lapindo, dan lain-lain. Seiring dengan itu, muncul pula berita terungkapnya pembalakan liar, pembakaran hutan, dan pembangunan gedung-gedung atau proyek lain yang tidak mengindahkan tata letak dan prosedur perizinan dan masih banyak lagi perilaku yang tak terpuji yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Namun ironisnya, permasalahan penanganan dan penegakan hukum atas perusakan lingkungan hidup justru sangat lemah. Hukum Lingkungan Hidup nyaris tumpul dan tak berdaya menghadapi berbagai perkara kejahatan lingkungan. Selama ini, kekecewaan atas putusan pengadilan tampaknya cenderung ditimpakan kepada para penegak hukum saja, yang dinilai tidak profesional dan integritasnya diragukan. Hal tersebut memang tidak bisa dimungkiri, namun sebenarnya ketentuan hukumnya juga masih banyak kelemahaan dan harus segera direvisi.
Pada kenyataannya, UUPLH, 1997 sudah tidak relevan lagi dalam melindungi lingkungan hidup dari perilaku tidak terpuji para pelaku kejahatan lingkungan dan sekaligus memberikan penghukuman yang setimpal bagi pelakunya. Selain itu agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem, perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan alasan ini pulalah lahir Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) No 32 Tahun 2009.  Dalam Undang-Undang ini banyak aturan hukum yang tidak diatur sebelumnya dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 1997. UUPPLH No 32 Tahun 2009 perlu analisis untuk mengetahui apakah Undang-Undang ini sudah bisa mengatasi permasalahan yang ada dan menutupi permasalahan yang ada pada UUPLH 1997.

1.2 Rumusan Masalah
Melalui pembahasan singkat di Bab Pendahuluan mengenai permasalahan Lingkungan Hidup khususnya mengenai pencemaran dan pengrusakan Lingkungn Hidup,maka penulis mencoba membahas hal yang sekira nya menjadi permasalahan dan memerlukan pembahasan dalam makalah kali ini,yaitu :
  1. Bagaimana penerapan UU No 32 Tahun 2009 terkait dengan penyelesaian sengketa lingkungan hidup ?
  2. Bagaimana perbedaan antara UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 tahun 2009?












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penerapan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia
Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32 Tahun 2009 melengkapi dari undang-undang sebelumnya,sebagaimana yang tercantum pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan (pasal 84 ayat 1).Sejak tanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, yang kemudian digantikan dengan hadirnya Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
UU No 23 tahun 1997 dianggap memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal penanganan kasus sengketa lingkungan hidup. Ada tiga masalah mendasar yang terlupakan dalam UU 23 tahun 1997 antara lain :
Persoalan subtansial yang berkaitan dengan;
a.       pendekatan atur dan awasi  AMDAL maupun perizinan;
b.      lemahnya regulasi audit lingkungan;
c.       belum dijadikannya Amdal sebagai persyaratan izin dan tidak tegasnya sanksi bagi pelanggaran Amdal;
d.      penormaan yang multi tafsir;
e.       lemahnya kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pegawai Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH)
f.       delik pidana yang belum mengatur hukuman minimum
g.      multi tafsir soal asas subsidiaritas dan belum adanya regulasi aturan yang spesifik yang berhubungan dengan perubahan iklim dan pemanasan global.
Masalah struktural yaitu berhubungan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang belum dijadikan maenstream dalam memandang lingkungan.
Problem ketiga adalah problem kultural yaitu masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan.
UU No 32 tahun 2009 menyempurnakan sejumlah kelemahan mendasar dalam UU sebelumnya dan  secara komprehensif mengatur segala hal yang berkaitan dengan problem lingkungan. Keistimewaan itu antara lain :
Dalam aturan yang baru tersebut,
a.         terdapat pengaturan yang jelas antara kewenangan pusat dan daerah dalam hal pengawasan LH.
b.        Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi;
1.        Instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
2.        Tata ruang, baku mutu lingkungan hidup
3.        Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
4.        AMDAL
5.        Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup
6.        Perizinan
7.        Instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
8.        Anggaran berbasis lingkungan hidup
9.        Analisis risiko lingkungan hidup,
10.    Instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian. Perizinan lingkungan menjadi syarat utama berdirinya suatu badan usaha, ketika suatu perusahaan tidak memenuhi syarat lingkungan maka dinyatakan tidak bisa menjalankan usaha. Izin lingkungan yang bermasalah bahkan bisa membatalkan pendirian usaha.
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yang dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam undang-undang tersebut meliputi:
  1. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
  2. Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alam yang dilakukan berdasarkan RPPLH. Tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
  3. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.
Adanya pendayagunaan pendekatan ekosistem (eco region) juga menjadi fokus utama UU No 32 tahun 2009. Memuat pula tentang kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global dan penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Hal paling mendasar adalah penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas. Ditunjang pula dengan penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif dan penguatan kewenangan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) lingkungan hidup.
Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.









  1. Bagaimana perbedaan antara UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 tahun 2009?
Jika diperinci uraian perbedaan antara UU No. 23 tahun 1997 dengan UU No. 32 tahun 2009 maka adalah sebagai berikut :
Bahan Perbandingan
UU No. 23 tahun 1997
UU No. 32 tahun 2009
Kewenangan Pusat dan daerah
Tidak terlalu detail dijelaskan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah
Pembagian tugas dan kewenangan jelas dalam pasal 63-64
Upaya pengendalian lingkungan hidup
Belum diatur secara jelas dan terpisah
Diatur dalam BAB V tentang pengendalian
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
Diatur dengan peraturan pemerintah (pasal 14)
Meliputi KLHS, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dll
Unsur-unsur Pengelolaan lingkungan hidup
Unsur pengelolaan lingkungan hidup tercantum dalam pasal 1 ayat 1-25
Penambahan unsur antara lain RPPLH, KLHS, UKL-UPL, Perubahan iklim, dll
Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal
dokumen amdal akan dinilai oleh komisi penilai yang dibentuk oleh menteri, gubernur/walikota
Pendayagunaan pendekatan ekosistem
tidak ada penetapan wilayah ekoregion
Ada wilayah ekoregion
Denda pidana
Denda paling sedikit sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Denda paling sedikit Rp 1000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
Pengawasan
Dibentuk suatu lembaga khusus oleh pemerintah
pejabat pengawas lingkungan hidup berkoordinasi dengan penyidik PNS
Landasan Filosofis
Belum
landasan filosofi tentang konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi . Ini penting dalam pembangunan ekonomi nasional


BAB III
PENUTUP
·    Kesimpulan
Setelah membaca, menganalisis isi UUPPLH No. 32 Tahun 2009 dapat diketahui bahwa UUPPLH tahun 2009 banyak mengalami perbaikan dari undang-undang sebelumnya, banyak hal yang belum diatur dan lemahnya kewenangan pihak pejabat pengawas lingkungan hidup dalam UUPLH No. 23 tahun 1997 akhirnya bisa disempurnakan oleh UUPPLH No. 32 Tahun 2009. Beberapa point penting dalam undang-undang ini adalah:
Beberapa point penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 antara lain:
a.         Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
b.        Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
c.         Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
d.        Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e.         Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
f.         Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
g.        Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
h.        Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
i.          Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
j.          Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
k.        Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

·         Saran
Semoga dengan diberlakukannya undang-undang ini Masalah lingkungan hidup dewasa ini timbul karena kecerobohan manusia dalam pengelolaan lingkungan hidup dan juga masalah hukum lingkungan dalam periode beberapa dekade akhir-akhir ini bisa dihilangkan atau diminimasi sekecil mungkin, sehingga kehidupan manusia di muka bumi ini, bisa berjalan dengan lancar. Karena dengan lingkungan yang sehat maka akan lahir generasi-generasi yang kuat.





















DAFTAR PUSTAKA